nusakini.com--Kementerian Agama telah melakukan upaya-upaya dalam menangani gerakan ekstrimisme di antaranya melalui 4 (empat) langkah strategis program aksi penanganan situs radikal berbasis paham keagamaan. 

Hal ini dipaparkan Kepala Biro Humas, Data dan Informasi, Mastuki ketika mewakili delegasi Indonesia dalam bentangan kertas tema ‘Penanggulangan Ekstrimisme Melalui Teknologi Informasi’ saat Musyawarah SOM MABIMS ke-42 di Yogyakarta, Kamis (26/10). 

Keempat langkah strategis tersebut antara lain, pertama, Literasi Internet Sehat Berbasis Agama, yaitu edukasi publik yang diprioritaskan pada produsen dan konsumen konten internet. 

Mastuki menjelaskan, edukasi kepada produsen, dilakukan dengan cara mendorong untuk produsen untuk memperbanyak konten internet berbasis agama yang sehat, tidak radikal dengan segala ciri minor di dalamnya. Sedangkan kepada konsumen, didorong untuk tidak mentah-mentah menelan konten situs radikal, cerdas mencerna, cermat memilah dan kreatif dalam memberi respon balik. 

“Program ini dijalankan dengan memaksimalkan seluruh elemen dan jaringan birokrasi di lingkungan Kemenag, berkerja sama dengan berbagai ormas Keagamaan,” ujar Mastuki. 

Ia juga memaparkan bahwa saat ini ribuan penyuluh agama digerakkan sebagai juru literasi internet sehat berbasis agama. 

“Literasi internet sehat anti radikal juga bisa dipesankan dalam taushiyah perkawinan yang banyak dijalankan ribuan penghulu dan KUA,” tuturnya. 

Kedua, Gerakan Situs Kontra Radikal. Dikatakannya, Kementerian Agama sedang berupaya bersinergi untuk membuat situs kontra radikal berbasis agama yang dikelola berbagai pihak: seluruh kantor Kemenag se-Indonesia, tingkat pusat, provinsi, kabupaten sampai kecamatan (KUA), puluhan Ormas Islam moderat dan sebagian situs radikal yang berbeda haluan dengan situs radikal lain. 

Menurut Mastuki, saat ini telah dibentuk Tim Cyber Anti Ekstrimisme dan Radikalisme yang beranggota para penyuluh keagamaan di seluruh Indonesia. Demikian juga di lingkungan Perguruan tinggi telah melakukan langkah-langkah berupa kurikulum anti radikal, begitu pula media massa, organisasi jurnalis, dan Dewan Pers. Gerakan ini bisa menjadi kekuatan dahsyat dalam “perang konten” dunia maya.   

Ketiga, Mainstreaming Opini Kontra Radikal di Media Sosial. Menurutnya, tidak terbatas situs, jejaring media sosial, seperti facebook, twitter, istagram dan sebagainya, juga peting diperhitungkan sebagai wadah dalam membangun gerakan kontra konten situs radikal. Ciri media sosial, antara lain, berisi percakapan informal yang spontan dan interaktif, dan tak kalah efektif dalam pebentukan opini publik. Agenda ini melibatkan tokoh, individu dan komunitas yang aktif menyampaikan opini di jejaring media sosial. 

“Ini penting untuk memperkaya konten internet berbasis agama yang moderat dan sehat, sebaga counter terhadap pengaruh situs radikal,” ujarnya. 

Langkah keempat, Gerakan Nasional Ramah di Dunia Maya. Ia menambahkan bahwa pada akhirnya, seluruh rekomendasi di atas, bisa disinergikan sebagai bagian dari sebuah gerakan berskala nasional, untuk mengarusutamakan opini, pemahaman dan informasi tentang paham keagamaan yang ramah, moderat, toleran, dan berbagai karakter non-radikal lainnya, dalam sebuah gerakan yang bisa disebut sebagai “Gerakan Nasional Penanggulangan Ekstrimisme Keagamaan di Dunia Maya”. 

Hadir mewakili delegasi Indonesia, yakni Sekretaris Jenderal Kementerian Agama Nur Syam, Kabalitbangdiklat Abdurrahman Mas’ud, Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Muhammadiyah Amin, Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Sukoso, Kepala Biro Hukum dan Kerjasama Luar Negeri Achmad Gunaryo, Kepala Biro Keuangan dan Barang Milik Negara Mohamad Ali Irfan, Kepala Biro Hubungan Masyarakat, Data, dan Informasi Mastuki.(p/ab)